SEJARAH SINGKAT PONDOK PESANTREN BUNISARI
Pesantren Bunisari dibangun pertama kali pada tahun 1870 atas Prakarsa Al Mukaraam Al Marhum Kh. Muhammd kurdi. Pada awalnya lokasi pondok pesantren Bunisari merupakan sebuah tegalan (lapangan/dataran luas).
Selain mendirikan pondok pesantren ,Al Marhum juga membangun sebuah mesjid dan sarana prasarana penunjang lainnya seperti pembuatan saluran air sepanjang 2 km mulai dari rel kereta api Padalarang Cimahi sampai ke daerah Paledang.
Saluran air yang di buat tersebut pada akhirnya merubah wajah perkampungan yang tadinya tegalan menjadi daerah/areal pesawahan perkebunan dan daerah pemukiman penduduk sampai sekarang.
Pada awal pendiriannya para santri menuntut ilmu di pesantren Bunisari adalah masyarakat sekitar , dalam perkembangannya para santri tidak lagi berasal dari daerah sekitar saja, melainkan dari berbagai daerah di Jawa Barat seperti : Bogor , Banten, Sukabumi, Cianjur, Cililin, Cigondewah dan Tasikmalaya. Hal ini membuktikan bahwa syiar Islam yang dilakukan oleh Peantren Bunisari gemanya sampai ke berbagai pelosok daerah.
Pada saat KH. Muhammad Kurdi wafat , putra laki-laki beliu yang bernama Idjazi masih kanak-kanak dan untuk melaksanakan tugas kepesantrenan maka pucuk pimpinan pesantre diserahkan pada menantu Beliu yang bernama KH. Djalil sampai putranya (Idjazi) dewasa, dan masa kepemimpinn KH. Idjazi pondok pesantren Bunisari mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat.
Pada masa revolusi fisik dibawah kepemimpinan KH. Idjazi pondok pesantren Bunisari mengambil posisi yang sangat penting dalm menghadapi kolonial Belanda bersama tokoh-tokoh lainnya saperti KH. Usman Damiri. Pesantren Bunisari menjadi basis perjuangan pasukan Hijbullah, pasukan Banteng, TRI. Dan pasukan lainnya untuk melakukan penyerangan-penyerangan terhadap Belanda dan Jepang di Cimahi.
Setelah KH. Idjazi wafat kepemimpinan dan kepengurusan pesantren diserahkan kepada KH. Abdul Mu’ti Bin KH. Abdul Djalil sehubungan putra KH. Idjazi (Dacep Husaeni dan Tatang Alawi Idjazi) belum dewasa. Setelah kedua putra KH. Idjazi dewasa pesantren Bunisari dikelola Beliau bertiga sampai sekarang.